Rabu, 09 Agustus 2017

Mungkinkah seorang mu’min berdusta?

بسم الله الرحمن الرحيم


Ada beberapa hadits yang diriwayatkan secara marfuu’ (dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) atau mauquuf (dari Sahabat Nabi) yang menunjukkan bahwa sifat dusta bertentangan dengan keimanan. Di antara hadits tersebut:

A.     Hadits Shafwan bin Sulaim –rahimahullah-:

Diriwayatkan oleh Imam Malikrahimahullah- dalam Al-Muwatha' (2/990) no.19:
عن صفوان بن سليم، أنه قال: قيل لرسول الله صلى الله عليه وسلم: أيكون المؤمن جبانا؟ فقال: «نعم»، فقيل له: أيكون المؤمن بخيلا؟ فقال: «نعم»، فقيل له: «أيكون المؤمن كذابا»؟ فقال: «لا».
Dari Shafwan bin Sulaim, bahwasanya ia berkata: Ditanyakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: Apakah seorang mukmin ada kemungkinan menjadi penakut? Beliau menjawab: Iya. Lalu ditanyakan lagi kepad beliau: Apakah seorang mukmin ada kemungkinan bersifat kikir? Beliau menjawab: Iya. Lalu ditanyakan lagi kepadanya: Apakah seorang mukmin ada kemungkinan menjadi pembohong? Beliau menjawab: Tidak.
Sanad hadits lemah karena terputus (mursal atau mu'dhal); Shafwan bin Sulaim Al-Madaniy[1] (w.132H) seorang tabi'iy tidak pernah bertemu dengan Nabi  shallallahu 'alaihi wa sallam.

B.      Hadits Abu Ad-Dardaa’ –radhiyallahu ‘anhu-.

Diriwayatkan oleh Ath-Thabariyrahimahullah- dalam Tahdziib Al-Atsaar Musnad ‘Ali (3/135) no.224,:
قال: حَدَّثَنِي عُمَرُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ الْهَمْدَانِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا يَعْلَى بْنُ الْأَشْدَقِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ جَرَادٍ، قَالَ: قَالَ أَبُو الدَّرْدَاءِ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، هَلْ يَسْرِقُ الْمُؤْمِنُ؟ قَالَ: «قَدْ يَكُونُ ذَلِكَ» . قَالَ: فَهَلْ يَزْنِي الْمُؤْمِنُ؟ قَالَ: «بَلَى، وَإِنْ كَرِهَ أَبُو الدَّرْدَاءِ» قَالَ: هَلْ يَكْذِبُ الْمُؤْمِنُ؟ قَالَ: «إِنَّمَا يَفْتَرِي الْكَذِبَ مَنْ لَا يُؤْمِنُ، إِنَّ الْعَبْدَ يَزِلُّ الزَّلَّةَ ثُمَّ يَرْجِعُ إِلَى رَبِّهِ فَيَتُوبُ، فَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَيْهِ»
Ath-Thabariy berkata: Telah menceritakan kepadaku, Umar bin Ismail Al-Hamdaniy, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami, Ya’laa bin Al-Asydaq, dari Abdullah bin Jaraad, ia berkata: Abu Ad-Dardaaa’ bertanya: Wahai Rasulullah, apakah seorang mukmin itu mencuri? Beliau menjawab: Itu mungkin saja terjadi. Abu Ad-Dardaa’ betanya lagi: Lalu apakah seorang mukmin itu berzinah? Belia menjawab: Tentu, sekalipun Abu Ad-Dardaa’ membencinya. Abu Ad-Dardaa’ bertanya lagi: Apakah seorang mukmin itu berdusta? Beliau menjawab: Sesungguhnya yang mengada-adakan kedustaan hanya orang yang tidak beriman, sesungguhnya seorang hamba terkadang tergelincir dalam satu dosa, kemudian ia kembali kepada Rabb-nya dan bertaubat, maka Allah menerima taubatnya”.
Sanad ini sangat lemah dengan beberapa cacat:
1.       Umar bin Ismail bin Mujalid Al-Hamdaniy Al-Kufiy[2]; Adz-Dzahabiy mengatakan: Ia dituduh memalsukan hadits (اتهم). An-Nasa’iy dan Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan: Periwayatan haditsnya ditolak (matruuk). Yahya Ibnu Ma’in mengatakan: Ia seorang pembohong.
2.       Ya’laa bin Al-Asydaq, Abu Al-Haitsam Al-Jazariy[3]; Ibnu Adiy mengatakan: Ia meriwayatkan hadits dari pamannya Abdullah bin Jaraad, dan ia beranggapan bahwa pamannya itu seorang shahabiy (pernah bertemu Nabi). Ia telah meriwayatkan banyak hadits mungkar (sangat lemah), dan ia bersama pamannya tidak dikatehui. Imam Bukhari mengatakan: Haditsnya tidak boleh dicatat. Ibnu Hibban mengatakan: Telah dipalsukan untuknya beberapa hadits, kemudian ia meriwayatkannya tanpa ia sadari. Abu Zur’ah mengatakan: Ia tidak ada apa-apanya, tidak bisa dipercaya.

Diriwayatkan juga oleh Al-Kharaithiyrahimahullah- dalam Masawi’ Al-Akhlaaq no.127, tapi tidak menyebutkan Abu Ad-Dardaa’, dan Abdullah bin Jaraad bertanya langsung kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
عن أَبي زِيَادٍ يَزِيد بن عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَامِرِ بْنِ صَعْصَعَةَ، قَالَ: سَمِعْتُ يَعْلَى بْنَ الْأَشْدَقِ الْعُقَيْلِيَّ يُحَدِّثُ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ جَرَادٍ، أَنَّهُ سَأَلَ النَّبِيَّ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- فَقَالَ: يَا نَبِيَّ اللَّهِ، هَلْ يَزْنِي الْمُؤْمِنُ؟ قَالَ: «قَدْ يَكُونُ مِنْ ذَلِكَ» . قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، هَلْ يَسْرِقُ الْمُؤْمِنُ؟ قَالَ: «قَدْ يَكُونُ مِنْ ذَلِكَ» . قَالَ: يَا نَبِيَّ اللَّهِ، هَلْ يَكْذِبُ الْمُؤْمِنُ؟ قَالَ: «لَا» . ثُمَّ أَتْبَعَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ هَذِهِ الْكَلِمَةَ: {إِنَّمَا يَفْتَرِي الْكَذِبَ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ} [النحل: 105]
Dari Abu Ziyad Yaziid bin Abdillah bin ‘Amir bin Sha’sha’ah, ia berkata: Aku mendengar Ya’laa bin Al-Asydaq Al-‘Uqailiy menceritakan, dari Abdullah bin Jaraad, bahwasanya ia menanyai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia mengatakan: Wahai Nabi Allah, apakah seorang mukmin itu berzina? Beliau menjawab: Itu mungkin saja terjadi. Abdullah bin Jaraad betanya lagi: Apakah seorang mukmin itu mencuri? Beliau menjawab: Itu mungkin saja terjadi. Abdullah bin Jaraad bertanya lagi: Apakah seorang mukmin itu berdusta? Beliau menjawab: Tidak. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melanjutkan dengna membaca ayat ini: {Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-orang yang tidak beriman} [An-Nahl: 105]
Sanad ini juga sangat lemah, karena beberapa cacat:
a)      Abu Ziyad Yaziid bin Abdillah bin ‘Amir bin Sha’sha’ah; Saya tidak mendapatkan biografinya. Wallahu a’lam!
b)      Ya’laa bin Al-Asydaq; Periwayatan haditsnya sangat lemah.
c)       Abdullah bin Jaraad[4] diperselisihkan ulama, apakah ia seorang sahabat Nabi atau bukan. Abu Hatim dan Adz-Dzahabiy mengatakan: Ia tidak diketahui, dan hadits yang ia riwayatkan tidak shahih karena diriwayatkan oleh Ya’laa bin Al-Asydaq si pembohong.
Imam Bukhari mengatakan: Ia seorang sahabiy.
Hadits ini dihukumi palsu oleh syekh Albaniy rahimahullah dalam silsilah Adh-Dha'ifah (12/29) no.5521.

C.      Hadits Abi Umamah –radhiyallahu ‘anhu-.

Diriwayatkan melalui dua jalur:
Jalur pertama; Diriwayatkan oleh Imam Ahmadrahimahullah- dalam Musnad-nya (36/504) no.22170:
قال: حَدَّثَنَا وَكِيعٌ قَالَ: سَمِعْتُ الْأَعْمَشَ قَالَ: حُدِّثْتُ عنْ أَبِي أُمَامَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-: «يُطْبَعُ الْمُؤْمِنُ عَلَى الْخِلَالِ كُلِّهَا إِلَّا الْخِيَانَةَ وَالْكَذِبَ»
Waqi’ menceritakan kepada kami, ia berkata: Aku mendengar Al-A’masy berkata: Telah diceritakan kepadaku, dari Abi Umamah, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Orang beriman diberi semua tabi’at kecuali sifat khiyanat dan dusta”.
Sanad hadits ini lemah kerena rawi yang menceritakan hadits ini kepada Al-A’masy tidak diketahui.
Lihat: Silsilah Al-Ahadiits Adh-Dha’ifah karya syekh Albaniy rahimahullah (7/197) no.3215.

Jalur kedua: Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Adiyrahimahullah- dalam kitabnya Al-Kaamil (1/104):
عن طَلْحَة الْقُرَشِيّ، عَنْ جَعْفَرِ بْنِ الزُّبَيْرِ، عَنِ الْقَاسِمِ، عَن أَبِي أُمَامَةَ، قَال: قَال رَسُولُ اللَّهِ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-: إِنَّ الْمُؤْمِنَ ليُطبع عَلَى خلالٍ شَتَّى: عَلَى الْجُودِ، وَالْبُخْلِ، وَحُسْنِ الْخُلُقِ، ولاَ يُطبع الْمُؤْمِنُ عَلَى الْكَذِبِ، ولاَ يَكُونُ الْمُؤْمِنُ كَذَّابًا.
Dari Thalhah Al-Qurasyiy, dari Ja’far bin Az-Zubair, dari Al-Qasim, dari Abi Umamah, ia bekata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya seorang mukmin itu diberi tabi’at dari segala sifat: Diberi tabi’at dermawan, kikir, dan akhlak mulia. Akan tetapi seorang mukmin tidak diberi sifat dusta, dan seorang mukmin tidak mungkin pendusta”.
Ibnu ‘Adiy berkata:
طَلْحَةُ القُرَشِيُّ هُوَ الَّذِي يَرْوِي عَنْهُ بَقِيَّةُ هُوَ طَلْحَةُ بْنُ زَيْدٍ أَبُو مِسْكِينٍ الرِّقِّيُّ، ضَعِيفٌ.
“Thalhah Al-Qurasyiy, ia adalah guru Baqiyyah, ia adalah Thalhah bin Zayd Abu Miskiin Ar-Raqqiy, periwayatan haditsnya lemah”.
Hadits ini sangat lemah, karena pada sanadnya ada rawiy yang bernama Thalhah bin Zayd Al-Qurasyi Ar-Raqqiy Asy-Syamiy[5]; Ibnu Hajar mengatakan: Periwayatan haditsnya ditolak (matruuk). Sedangkan Ahmad bin Hambal, Ali bin Al-Madiniy, dan Abu Daud mengatakan: Ia memalsukan hadits.

D.     Hadits Sa’ad bin Abi Waqqash –radhiyallahu ‘anhu-.

Diriwayatkan melalui dua jalur:
Jalur pertama, diriwayatkan oleh Al-Bazzarrahimahullah- dalam Musnad-nya (3/340) no.1139, dan Abu Ya’laa Al-Mushiliyrahimahullah- dalam Musnad-Nya (2/67) no.711:
عن عَلِيّ بن هَاشِمٍ، عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، عَنْ مُصْعَبِ بْنِ سَعْدٍ، عَنْ أَبِيهِ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «الْمُؤْمِنُ يُطْبَعُ عَلَى كُلِّ خَلَّةٍ غَيْرَ الْخِيَانَةِ وَالْكَذِبِ»
Dari Ali bin Hasyim, dari Al-A’masy, dari Abi Ishaq, dari Mush’ab bin Sa’ad, dari bapaknya; Bahwassanya Nabi sahllallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Seorang mukmin diberi tabi’at dengan semua sifat kecuali sifat khianat dan dusta”.
Al-Bazzaar –rahimahullah- mengatakan:
وَهَذَا الْحَدِيثُ يُرْوَى عَنْ سَعْدٍ، مِنْ غَيْرِ وَجْهٍ مَوْقُوفًا وَلَا نَعْلَمُ أَحَدًا أَسْنَدَهُ إِلَّا عَلِيُّ بْنُ هَاشِمٍ، عَنِ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ بِهَذَا الْإِسْنَادِ
“Hadits ini telah diriwayatkan dari Sa’ad selain dari jalur ini dengan cara mauquuf (hanya perkataan Sa’ad), dan kami tidak mengetahui seorang pun yang menyadarkan hadits ini (kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) kecuali Ali bin Hasyim, dari Al-A’masy, dari Abi Ishaq, dengan sanad ini”.
Al-Baihaqiy –rahimahullah- mengatakan: Periwayatan hadits ini secara marfuu’ (disandarkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) adalah lemah. [Syu’abul Iman 6/454]
Sanad ini lemah karena Abu Ishaq As-Sabi’iy[6], ia seorang mudallis dan memakai lafadz ‘an’anah (tidak jelas apakah ia meriwayatkan hadits ini langsung dari gurunya).

Jalur kedua, diriwayatkan oleh Ibnu ‘Adiy dalam kitabnya Al-Kaamil (1/392):
عن أَبي شَيْبَةَ، عَنْ سَلَمَةَ بْنِ كُهَيْلٍ، عَنْ مَنْصُورِ بْنِ سَعْدٍ، عَنْ سَعْدِ بْنِ مَالِكٍ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: عَلَى كُلِّ الْخِلالِ يُطْبَعُ الْمُؤْمِنُ، إلاَّ عَلَى الْكَذِبِ وَالْخِيَانَةِ.
Dari Abu Syaibah, dari Salamah bin Kuhail, dari Manshur bin Sa’ad, dari Sa’ad bin Malik, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Dengan semua sifat seorang mukmin diberi tabi’at, kecuali sifat dusta dan khianat”.
Hadits ini sangat lemah, karena ada rawiy Abu Syaibah namanya Ibrahim bin Utsman bin Abi Syaibah[7]; Adz-Dahabiy mengatakan: Ia binasa. An-Nasa’iy dan Ibnu Hajar mengatakan: Periwayatan haditsnya ditolak (matruuk).

Selain itu, ia juga menyelisihi riwayat Sufyan Ats-Tsauriy yang juga meriwayatkannya dari Salamah bin Kuhail dengan cara mauquuf (hanya perkataaan Sa’ad).
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibahrahimahullah- dalam kitabnya Al-Mushannaf (5/236) no.25604:
عَنْ سُفْيَانَ، عَنْ سَلَمَةَ بْنِ كُهَيْلٍ، عَنْ مُصْعَبِ بْنِ سَعْدٍ، عَنْ سَعْدٍ، قَالَ: «الْمُؤْمِنُ يُطْبَعُ عَلَى الْخِلَالِ كُلِّهَا غَيْرِ الْخِيَانَةِ، وَالْكَذِبِ»
Dari Sufyan, dari Salamah bin Khuhail, dari Mush’ab bin Sa’ad, dari Sa’ad, ia berkata: “Seorang mu'min diberi semua tabi'ah kecuali sifat khianat dan dusta”.
Ad-Daraquthniy –rahimahullah- mengatakan: Riwayat yang mauquuf lebih kuat. [‘Ilalul Hadits (4/330) no.602]
Lihat: Silsilah Al-Ahadiits Adh-Dha’ifah karya syekh Albaniy rahimahullah (7/196) no.3215.

E.      Hadits Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma-.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi ‘Ashimrahimahullah- dalam kitabnya As-Sunnah (1/53) no.115:
عن عُبَيْد اللَّهِ بن الْوَلِيدِ، عَنْ مُحَارِبِ بْنِ دِثَارٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «يُطْبَعُ الْمُؤْمِنُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ، إِلَّا الْخِيَانَةَ وَالْكَذِبَ»
Dari Ubaidillah bin Al-Waliid, dari Muharib bin Ditsar, dari Ibnu Umar, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Seorang mukmin telah diberi semua tabiat, kecuali sifat khianat dan dusta”.
Hadits ini sangat lemah, karena ada rawi yang bernama Ubaidillah bin Al-Waliid Al-Washshafiy[8]; Ibnu ‘Adiy mengatakan: Al-Washshafiy sangat lemah, nampak kelemahanya dari hadits-hadits yang ia riwayatkan. An-Nasa’iy mengatakan: Periwayatan haditsnya ditolak (matruuk).
Lihat: Silsilah Al-Ahadiits Adh-Dha’ifah karya syekh Albaniy rahimahullah (7/196) no.3215.

F.       Hadits Abdullah bin Abi Aufaa radhiyallahu ‘anhu-.

Diriwayatkan oleh Al-Baihaqiy dalam kitabnya Syu’abul Iman (7/208) no.4886:
عن سَعِيد بن زَرْبِيٍّ، عَنْ ثَابِتِ الْبُنَانِيِّ، عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ أَبِي أَوْفَى، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " الْمُؤْمِنُ يُطْبَعُ عَلَى كُلِّ خُلُقٍ إِلَّا الْكَذِبَ، وَالْخِيَانَةَ ".
Dari Sa’id bin Zarbiy, dari Tsabit Al-Bunaniy, dari Abdullah bin Abi Aufaa, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Seorang mukmin telah diberi semua sifat kecuali sifat dusta dan khianat”.
Al-Baihaqiy –rahimahullah- berkata:
" سَعِيدُ بْنُ زَرْبِيٍّ مِنَ الضُّعَفَاءِ "
“Sa’id bin Zarbiyy termasuk perawi yang lemah”.
Sanad hadits ini sangat lemah karena Sa’id bin Zarbiyy[9]; Abu Hatim dan Ibnu Hajar mengatakan: Periwayatan haditsnya mungkar. Ad-Daraquthniy mengatakan: Periwayatn haditsnya ditolak (matruuk).
Lihat: Silsilah Al-Ahadiits Adh-Dha’ifah karya syekh Albaniy rahimahullah (7/197) no.3215.

G.     Hadits Abu Bakr Ash-Shiddiiq –radhiyallahu ‘anhu-.

Diriwayatkan oleh Al-Baihaqiy dalam kitabnya Syu’abul Iman (6/452) no.4466 dan 4467:
عَنْ إِسْمَاعِيلَ عن قَيْسٍ، عَنْ أَبِي بَكْرٍ، قَالَ: سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، يَقُولُ: " الْكَذِبُ مُجَانِبٌ لِلْإِيمَانِ "
Dari Ismail, dari Qais, dari Abi Bakr, ia berkata: Aku mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Berbohong itu bertentangan dengan keimanan”.
Abu Ahmad Ibnu ‘Adiy –rahimahullah- mengatakan:
" لَا أَعْلَمُهُ رَفَعَهُ عَنْ إِسْمَاعِيلَ بْنِ أَبِي خَالِدٍ، غير ابْنِ أَبِي غَنِيَّةَ، وَجَعْفَرٍ الْأَحْمَرِ "
“Aku tidak mengetahui kalau hadits ini diriwayatkan secara marfuu’ dari Isma’id bin Abi Khalid, kecuali riwayat Ibnu Abi Ganiyyah dan Ja’far Al-Ahmar”.
Al-Baihaqiy mengatakan: “Sanad ini lemah, dan yang shahih bahwasanya hadits ini mauquuf (hanya perkataaan Abi Bakr)”.
Ad-Daraquthniy mengatakan: Yang shahih, adalah pendapat yang meriwayatkan hadits ini secara mauquuf”. [Al-‘Ilal (1/258) no.50]

Diriwayatkan secara mauquuf, oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya (1/197) no.16:
عن زُهَيْر بْن مُعَاوِيَةَ قَالَ: حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ أَبِي خَالِدٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا قَيْسٌ، قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا بَكْرٍ، يَقُولُ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ، إِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ، فَإِنَّ الْكَذِبَ مُجَانِبٌ لِلْإِيمَانِ.
Dari Zuhair bin Mu’awiyah, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami, Isma’il bin Abi Khalid, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami, Qais, ia berkata: Aku mendengar Abu Bakr berkata: “Wahai sekalian manusia, hindarilah sifat dusta, karena sesungguhnya sifat dusta itu bertentangan dengan keimanan”.
Al-Hafidz Ibnu Hajar –rahimahullah- mengatakan: Sanadnya shahih. [Fathul Bari 10/508]
Lihat: Silsilah Al-Ahadiits Adh-Dha’ifah karya syekh Albaniy –rahimahullah- (5/414) no.2393.

H.     Atsar Umar bin Al-Khathab radhiyallahu ‘anhu-.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Ad-Dunyarahimahullah- dalam kitabnya Ash-Shamt no.189, dan Al-Baihaqiy dalam kitabnya Syu’abul Iman (6/511) no.4545:
عن الْأَوْزَاعِيّ، حَدَّثَنِي حَسَّانُ بْنُ عَطِيَّةَ: أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ -رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ- قَالَ: «لَا تَجِدُ المُؤْمِنَ كَذَّابًا»
Dari Al-Auza’iy, ia berkata: Telah menceritakan kepadaku Hassan bin ‘Athiyyah: Bahwasanya Umar bin Al-Khathab radhiyallahu ‘anhu berkata: “Engkau tidak akan mendapatkan seorang mukmin yang pendusta”.
Sanad atsar ini lemah, karena Hassan bin ‘Athiyah tidak bertemu dengan Umar bin Al-Khathab.

I.        Atsar Abdullah bin Mas’ud

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam kitabnya Al-Iman no.80:
قال: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ، عَنْ سُفْيَانَ، عَنْ مَنْصُورٍ، عَنْ مَالِكِ بْنِ الْحَارِثِ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ يَزِيدَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ: «الْمُؤْمِنُ يُطْبَعُ عَلَى الْخِلَالِ كُلِّهَا إِلَّا الْخِيَانَةَ وَالْكَذِبَ»
Ibnu Abi Syaibah berkata: Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa’id, dari Sufyan, dari Manshur, dari Malik bin Al-Harits, dari Abdirrahman bin Yaziid, dari Abdullah, ia berkata: “Sorang mukmin diberi tabi’ah dengan semua sifat kecuali sifat khianat dan dusta”.
Dishahihkan oleh syekh Albaniy rahimahullah dalam tahkik kitab Al-Iman hal.35.

Kesimpulan:

Semua hadits marfuu’ yang disandarkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam masalah ini derajatnya sangat lemah, dan yang shahih adalah riwayat mauquuf dari perkataan beberapa sahabat Nabi –radhiyallahu ‘anhum-.
As-Sakahwiy –rahimahullah- mengatakan:
ومع ذلك فهو مما يحكم له بالرفع على الصحيح لكونه مما لا مجال للرأي فيه
“Sekalipun demikian, maka hadits ini termasuk hadits mauquf yang memiliki hukum marfuu’ sesuai pendapat yang benar, karena kandungan hadits ini tidak memiliki ruang untuk mempergunakan pendapat (akal) di dalamnya (pasti dinukil dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam)”. [Al-Maqashid Al-Hasanah hal.503]

Beberapa komentar ulama tentang makna hadits ini:

1.       Iman yang dinafikan pada seorang yang berdusta adalah iman yang sempurna, bukan pondasi iman, yakni orang yang imannya sempurna tidak akan mungkin berdusta dan khianat, jika ia berdusta atau khianat berarti imannya lagi berkurang saat itu, karena kedua sifat ini adalah ciri-ciri kemunafikan. [Lihat: Fathul Bari karya Ibnu Hajar 10/508]
Dari Abu Hurairah -radhiyallahu 'anhu-; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
" آيَةُ المُنَافِقِ ثَلاَثٌ: إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ " [صحيح البخاري ومسلم]
“Tanda orang munafiq ada tiga: Jika berbicara ia berdusta, jika berjanji ia mengingkari, dan jika diberi amanah ia berkhianat”. [Sahih Bukhari dan Muslim]
Dari Abdullah bin ‘Amr -radhiyallahu 'anhuma-; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
" أَرْبَعٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ كَانَ مُنَافِقًا خَالِصًا، وَمَنْ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنْهُنَّ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنَ النِّفَاقِ حَتَّى يَدَعَهَا: إِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ، وَإِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ، وَإِذَا خَاصَمَ فَجَرَ " [صحيح البخاري ومسلم]
“Ada empat sifat, barangsiapa yang ada pada dirinya sifat tersebut maka ia adalah munafiq yang murni, dan barangsiapa yang ada padanya salah satu sifat tersebut maka padanya telah ada sifat munafiq sampai ia meninggalkannya: Jia diberi amanah ia berkhianat, jika berbicara ia berdusta, jika berjanji ia mengingkari, dan jika bertengkar ia melampaui batas” [Sahih Bukhari dan Muslim]
Dari Abu Hurairah -radhiyallahu 'anhu-; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
«لَا يُؤْمِنُ الْعَبْدُ الْإِيمَانَ كُلَّهُ، حَتَّى يَتْرُكَ الْكَذِبَ فِي الْمُزَاحَةِ، وَيَتْرُكَ الْمِرَاءَ وَإِنْ كَانَ صَادِقًا»
"Seorang hamba tidak dikatakan beriman dengan sepenuhnya hingga ia meninggalkan berbohong ketika sedang bergurau, dan meninggalkan berdebat meski ia benar." [Musnad Ahmad: Dishahihkan oleh syekh Albani dalam Shahih At-Targiib no.2939]
2.       Ibnu Bathal –rahimahullah- mengatakan bahwa maksud dari perkataan: “sesungguhnya sifat dusta itu bertentangan dengan keimanan” adalah sebagai ancaman keras akan bahaya dusta, bukan berarti bahwa ia telah keluar dari golongan orang-orang yang beriman. [Lihat: Syarh Shahih Al-Bukhariy 4/25]
3.       Hadits ini sebagai ungkapan hiperbola (mubalagah) bahwa seorang mukmin itu sangat-sangat tidak pantas untuk berdusta. [Lihat: Murqah Al-Mafatih 7/3050]
4.       Yang dimaksud mukmin dalam hadits ini adalah generasi pertama umat Islam yaitu sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. [Lihat: Tafsir Al-Madzhariy 5/376]
5.       Umat Islam yang berdusta atau khianat tidak disebut "mukmin", tapi hanya sebatas "muslim". [Lihat: Jami’ Uluum wal Hikam karya Ibnu Rajab 1/111]
Wallahu a’lam!




[1] Lihat biografi " Shafwan bin Sulaim " dalam kitab: Tahdziib Al-Kamaal karya Al-Mizziy 13/184, Taqriib At-Tahdziib karya Ibnu Hajar hal.276.
[2] Lihat biografi " Umar bin Ismail Al-Hamdaniy " dalam kitab: Adh-Dhu'afaa' karya An-Nasa'iy hal.222 , Adh-Dhu'afaa' Al-Kabiir karya Al-'Uqaily 3/149, Al-Kaamil karya Ibnu 'Adiy 6/131, Tarikh Adh-Dhu'afaa karya Ibnu Syahin hal.123, Adh-Dhu'afaa' karya Ibnu Al-Jauziy 2/205, Tahdziib Al-Kamaal 21/274, Al-Kaasyif karya Adz-Dzahabiy 2/55, Al-Kasyf Al-Hatsits karya Ibnu Al-'Ajamiy hal.193 , Taqriib At-Tahdziib hal.410.
[3] Lihat biografi " Ya’laa bin Al-Asydaq " dalam kitab: Al-Jarh wa At-Ta'diil karya Ibnu Abi Hatim 9/303, Al-Majruhiin karya Ibnu Hibban 3/141, Al-Kaamil 9/184, Adh-Dhu'afaa' karya Ibnu Al-Jauziy 3/217, Miizaan Al-I'tidaal karya Adz-Dzahabiy 4/456, Lisaan Al-Miizaan karya Ibnu Hajar 8/538.
[4] Lihat biografi " Abdullah bin Jaraad " dalam kitab: At-Tarikh Al-Kabiir karya Al-Bukhariy 5/35 , Al-Jarh wa At-Ta'diil 5/21, Adh-Dhu'afaa' karya Ibnu Al-Jauziy 2/117, Miizaan Al-I'tidaal  2/400, Lisaan Al-Miizaan 4/447.
[5] Lihat biografi " Thalhah bin Zayd Al-Qurasyi " dalam kitab: Adh-Dhu'afaa' Al-Kabiir 2/225, Al-Jarh wa At-Ta'diil 4/479, Al-Majruhiin 1/383, Al-Kaamil 5/174, Adh-Dhu'afaa' karya Ibnu Al-Jauziy 2/64, Tahdziib Al-Kamaal 13/395, Al-Kasyif karya Adz-Dzahabiy 1/514, Al-Kasyf Al-Hatsits karya Ibnu Al-'Ajamiy hal.140 , Taqriib At-Tahdziib hal.282.
[6] Lihat biografi " Abu Ishaq As-Sabi’iy " dalam kitab: Al-Kasyif 2/82, Taqriib At-Tahdziib hal.423, Thabaqaat Al-Mudallisiin karya Ibnu Hajar hal.42. 
[7] Lihat biografi " Abu Syaibah " dalam kitab: Adh-Dhu'afaa' Ash-Shagiir karya Al-Bukhariy hal.17 , Adh-Dhu'afaa' karya An-Nasa'iy hal.147 , Adh-Dhu'afaa' Al-Kabiir 1/59, Al-Jarh wa At-Ta'diil 2/115, Al-Majruhiin 1/104, Al-Kaamil 1/389, Tarikh Adh-Dhu'afaa karya Ibnu Syahin hal.50 , Adh-Dhu'afaa' karya Ibnu Al-Jauziy 1/41, Tahdziib Al-Kamaal 2/147, Miizaan Al-I'tidaal 1/47, Taqriib At-Tahdziib hal.92.
[8] Lihat biografi " Ubaidillah bin Al-Waliid Al-Washafiy " dalam kitab: Taariikh Ibnu Ma'in riwayat Ad-Darimiy hal.157, Adh-Dhu'afaa' karya An-Nasa'iy hal.205 , Adh-Dhu'afaa' Al-Kabiir 3/128, Al-Jarh wa At-Ta'diil 5/336, Al-Majruhiin 2/63, Al-Kaamil 5/520, Tarikh Adh-Dhu'afaa hal.151 , Adh-Dhu'afaa' karya Abu Nu'aim hal.103 , Adh-Dhu'afaa' karya Ibnu Al-Jauziy 2/164, Tahdziib Al-Kamaal 19/173, Miizaan Al-I'tidaal 3/17, Taqriib At-Tahdziib hal.375.
[9] Lihat biografi " Sa’id bin Zarbiyy " dalam kitab: Taariikh Ibnu Ma'in riwayat Ad-Duuriy 4/88, Adh-Dhu'afaa' karya An-Nasa'iy hal.190 , Adh-Dhu'afaa' Al-Kabiir 2/106, Al-Jarh wa At-Ta'diil 4/23, Al-Majruhiin 1/318, Al-Kaamil 4/406, Adh-Dhu'afaa' karya Ad-Daraquthniy 2/156, Tarikh Adh-Dhu'afaa hal.99 , Adh-Dhu'afaa' karya Ibnu Al-Jauziy 1/318, Tahdziib Al-Kamaal 10/430, Miizaan Al-I'tidaal 2/136, Taqriib At-Tahdziib hal.235.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar anda adalah pelajaran berharga bagi saya ...