بسم الله الرحمن الرحيم
Para ulama sangat paham bagaimana pentingnya As-Sunnah dalam syari'at Islam sehingga mereka senantiasa memberikan perhatian lebih terhadapnya
di setiap masa, mulai dari generasi pertama umat Islam sampai pada masa sekarang ini.
Hal tersebut terlihat dari bagaimana mereka menghafal
As-Sunnah, mengumpulkanya, dan membukukannya. Mereka juga berusaha mengetahui
dengan teliti orang-orang yang menukil As-Sunnah (perawi hadits), membedakan
mana yang sahih dan mana yang lemah.
Mereka berlomba-lomba dalam menjaga As-Sunnah, banyak
meneliti tentangnya baik dari segi sanad maupun matan. Bahkan jika kita melihat
bagaimana usaha mereka maka kita akan terheran-heran dengan semangat mereka
yang kuat demi melestarikan As-Sunnah.
Allah subhanahu wa ta'aalaa telah menjadikan pada setiap
masa orang-orang yang mengorbankan harta dan raganya demi menjaga As-Sunnah.
Mereka melewati rintangan dan merasakan kesulitan, mereka meninggalkan
kenikmatan dunia dan kesenangan hidup, meninggalkan rumah dan tanah kelahiran,
mengelilingi dunia untuk mengumpulkan hadits.
Usaha para Sahabat
Rasulullah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam hidup bersama para sahabatnya sehari-hari tanpa ada pembatas di
antara mereka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama mereka
di mesjid, di pasar, di rumah, maupun dalam perjalanan jauh. Gerak-gerik
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah perhatian utama bagi
para sahabat karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah
panutan mereka dalam segala aspek kehidupan baik itu tentang agama maupun
keduniaan.
Karena antusias mereka mencari
As-Sunnah, mereka bergantian menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam untuk menimba ilmu di tengah kesibukan mereka sehari-hari.
Seperti yang dilakukan oleh Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu,
beliau berkata:
كُنْتُ أَنَا وَجَارٌ لِي مِنَ الأَنْصَارِ فِي بَنِي
أُمَيَّةَ بْنِ زَيْدٍ وَهِيَ مِنْ عَوَالِي المَدِينَةِ وَكُنَّا نَتَنَاوَبُ
النُّزُولَ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، يَنْزِلُ
يَوْمًا وَأَنْزِلُ يَوْمًا، فَإِذَا نَزَلْتُ جِئْتُهُ بِخَبَرِ ذَلِكَ اليَوْمِ
مِنَ الوَحْيِ وَغَيْرِهِ، وَإِذَا نَزَلَ فَعَلَ مِثْلَ ذَلِكَ [صحيح البخاري]
Dulu aku dan seorang tetanggaku dari
kaum Anshar saling bergantian mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam, ia pergi sehari dan aku pergi sehari. Jika aku yang pergi maka aku
menyampaikan kepadanya apa yang terjadi pada hari itu baik itu tentang wahyu
yang turun atau selainnya, dan jika ia yang pergi maka ia pun melakukan hal
yang seperti itu. [Sahih Bukhari]
Al-Baraa' radhiyallahu 'anhu berkata:
" مَا كُلُّ الْحَدِيثِ سَمِعْنَاهُ مِنْ رَسُولِ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُحَدِّثُنَا أَصْحَابُنَا عَنْهُ، كَانَتْ
تَشْغَلُنَا عَنْهُ رَعِيَّةُ الْإِبِلِ " [مسند أحمد: إسناده صحيح]
Tidak semua hadits kami dengar
langsung dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, akan tetapi
sahabat-sahabat kami menyampaikannya kepada kami dari Rasulullah, hal itu
karena kami disibukkan dengan mengembala unta. [Musnad Ahmad: Sanadnya sahih]
Dalam riwayat lain:
ليس كلنا سمع حديث رسول الله صلى الله عليه و سلم كانت
لنا ضيعة و أشغال و لكن الناس كانوا لا يكذبون يومئذ فيحدث الشاهد الغائب
[المستدرك على الصحيحين للحاكم: صحيح]
Tidak semua dari kami mendengar
hadits langsung dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, di antara
kami ada yang punya kesibukan dan pekerjaan, akan tetapi orang-orang pada saat
itu tidak ada yang berbohong, maka yang hadir menyampaikan kepada yang tidak
hadir.
Yang tinggal di luar kota Medinah pun
tidak ketinggalan, mereka meninggalkan kampung halaman menemui Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam untuk mengambil sunnahnya.
Malik bin Al-Huwairits radhiyallahu 'anhu berkata: Kami datang kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan umur kami masih mudah tidak
jauh beda antara satu sama lain, lalu kami menetap bersama Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam selama dua puluh hari dan malam. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam sangat penyayang dan lemah lembut, maka ketika merasa
kami sudah merasa rindu dengan keluarga, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bertanya kapada kami tentang orang-orang yang kami tinggalkan, maka
kami menceritakannya. Kemudian Rasulullah bersabda:
«ارْجِعُوا إِلَى أَهْلِيكُمْ، فَأَقِيمُوا فِيهِمْ وَعَلِّمُوهُمْ
وَمُرُوهُمْ، وَصَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي، فَإِذَا حَضَرَتِ الصَّلاَةُ
فَلْيُؤَذِّنْ لَكُمْ أَحَدُكُمْ، وَلْيَؤُمَّكُمْ أَكْبَرُكُمْ» [صحيح البخاري ومسلم]
"Kembalilah pada keluarga
kalian, tinggallah bersama mereka, ajari dan arahkan mereka, salatlah
sebagaimana kalian melihatku salat, dan jika masuk waktu salat maka azan-lah
seorang dari kalian kemudian yang tertua dari kelain menjadi imam". [Sahih
Bukhari dan Muslim]
Para sahabat sangat antusias bertanya
kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang apa yang semestinya
mereka ketahui.
Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu berkata: Ya Rasulullah, siapakah
orang yang paling senang denga syafa'atmu di hari kiamat?
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
«لَقَدْ ظَنَنْتُ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ أَنْ لاَ يَسْأَلُنِي عَنْ هَذَا
الحَدِيثِ أَحَدٌ أَوَّلُ مِنْكَ لِمَا رَأَيْتُ مِنْ حِرْصِكَ عَلَى الحَدِيثِ أَسْعَدُ
النَّاسِ بِشَفَاعَتِي يَوْمَ القِيَامَةِ، مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ،
خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ، أَوْ نَفْسِهِ» [صحيح البخاري]
"Aku sudah mengira wahai
Abu Hurairah kalau tidak ada yang menanyaiku tentang hadits ini seorang pun
sebelum kamu, karena aku melihat antusiasmu terhadap hadits. Orang yang paling
senang dengan syafa'atku di hari kiamat adalah orang yang mengatakan "tiada
Tuhan yang berhak disembah selain Allah" dengan penuh keikhlasan dari
hatinya atau dari dirinya". [Sahih Bukhari]
Di antara mereka ada yang tinggal
lama di Medinah sebagai tamu agar leluasa bertanya kepada Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam.
Nawwas bin Sim'aan radhiyallahu 'anhu berkata:
أَقَمْتُ مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
بِالْمَدِينَةِ سَنَةً مَا يَمْنَعُنِي مِنَ الْهِجْرَةِ إِلَّا الْمَسْأَلَةُ، كَانَ
أَحَدُنَا إِذَا هَاجَرَ لَمْ يَسْأَلْ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
عَنْ شَيْءٍ [صحيح مسلم]
Aku menetap bersama Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam di Medinah selama setahun (sebagai tamu), tidak ada yang
menghalangiku untuk hijrah (menjadi penduduk tetap) kecuali agar leluasa
bertanya, karena seorang dari kami jika sudah hirjah maka ia tidak berani
bertanya lagi kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang
sesuatu. [Sahih Muslim]
Mereka menempuh perjalanan jauh demi
menanyakan satu masalah yang mereka hadapi.
Seperti yang dilakukan oleh 'Uqbah
bin Al-Harits radhiyallahu 'anhu ketika seorang wanita mengaku telah menyusui ia dan istrinya
sewaktu kecil, maka Uqbah segerah menuju Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam untuk menanyakan masalah tersebut, dan Rasulullah bersabda:
«كَيْفَ وَقَدْ قِيلَ ؟» [صحيح البخاري]
"Mau bagaimana lagi, dan
itu sudah dikatakan"
Maka Uqbah menceraikan istrinya dan
mengawini wanita lain. [Sahih Bukhari]
Mereka juga tidak segang untuk
bertanya kepada istri-istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang
permasalahan antara suami dan istri.
Seperti yang dilakukan oleh seorang
sahabat dari kaum Anshar yang mengutus istrinya untuk menanyakan kepada istri
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang hukum mencium istri di
saat puasa. Maka Ummu Salamah radhiyallahu 'anha menjawab:
" إِنَّ رَسُولَ اللهِ يَفْعَلُ ذَلِكَ " [مسند أحمد:
إسناده صحيح]
Sesungguhnya Rasulullah melakukan hal
itu. [Musnad Ahmad: Sahih]
Begitu pula dengan para sahabat dari
kaum wanita, mereka mendatangi istri-istri Rasulullah dan bertanya tentang
urusan agama, sampai pada hal-hal yang biasanya ada rasa malu untuk
menanyakannya.
Aisyah radhiyallahu 'anha berkata: Asma’ bertanya kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang mandi suci dari haid,
maka Rasulullah menjawab:
«تَأْخُذُ إِحْدَاكُنَّ مَاءَهَا وَسِدْرَتَهَا، فَتَطَهَّرُ فَتُحْسِنُ
الطُّهُورَ، ثُمَّ تَصُبُّ عَلَى رَأْسِهَا فَتَدْلُكُهُ دَلْكًا شَدِيدًا حَتَّى تَبْلُغَ
شُؤُونَ رَأْسِهَا، ثُمَّ تَصُبُّ عَلَيْهَا الْمَاءَ، ثُمَّ تَأْخُذُ فِرْصَةً مُمَسَّكَةً
فَتَطَهَّرُ بِهَا»
“Kalian mengambil air dengan
daun sidr (sebagai pewangi) kemudian bersuci dengan sebaik-baiknya, kemudian
menyirami kepala dan menggosoknya secara kuat sampai air menembus kulit kepala,
setelah itu sirami seluruh tubuh dengan air, kemudian mengambil secarik kain
yang sudah diberi pewangi kemudian bersuci dengannya”.
Asma’ bertanya: Bagaimana aku bersuci
dengannya?
Rasulullah menjawab:
«سُبْحَانَ اللهِ، تَطَهَّرِينَ بِهَا»
“Maha suci Allah, bersucilah
dengannya!”
Aisyah berkata: Asma’ tidak paham
maksudnya, yaitu dengan menggosokkannya ke sisa-sisa darah. Dan ia juga
bertanya tentang cara mandi junub, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam menjawab:
«تَأْخُذُ مَاءً فَتَطَهَّرُ فَتُحْسِنُ الطُّهُورَ أَوْ تُبْلِغُ الطُّهُورَ،
ثُمَّ تَصُبُّ عَلَى رَأْسِهَا فَتَدْلُكُهُ حَتَّى تَبْلُغَ شُؤُونَ رَأْسِهَا، ثُمَّ
تُفِيضُ عَلَيْهَا الْمَاءَ»
“Kalian mengambil air kemudian
bersuci dengan sebaik-baiknya, kemudian menyirami kepala dengan menggosoknya
secara kuat sampai menembus kulit kepala, setelah itu sirami seluruh tubuh
dengan air”.
Aisyah berkata: Sebaik-baik wanita
adalah wanita kaum Anshar, rasa malu tidak mencegah mereka untuk memahami masalah
agama. [Sahih Muslim]
Sebagian sahabat juga mendapat izin
khusus untuk menulis beberapa hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam.
Diantaranya, Abdullah bin 'Amr bin
Al-'Ash radhiyallahu 'anhuma beliau berkata: Dulu aku menulis semua yang aku dengar dari Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk aku hafal. Kemudian Quraisy
melarangku, mereka berkata: Apakah kamu menusli segala sesuatu yang kamu dengar,
sedangkan Rasulullah adalah manusia yang berbicara dalam keadaan marah ataupun
tidak? Maka aku berhenti menulis dan aku menceritakan hal itu kepada
Rasulullah, lalu Rasulullah menunjuk mulutnya dengan jari dan bersabda:
«اكْتُبْ فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ مَا يَخْرُجُ مِنْهُ إِلَّا
حَقٌّ» [سنن أبي داود: صحيح]
"Tulislah, karena demi
Yang jiwaku di tangan-Nya, tidak ada yang keluar darinya (mulut Rasulullah)
kecuali kebenaran". [Sunan Abu Daud: Sahih]
Ketika Abu Syah radhiyallahu 'anhu mendengar
suatu hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata:
Tuliskan untukku hadits ini ya Rasulullah?
Rasulullah bersabda:
«اكْتُبُوا لِأَبِي شَاهٍ» [صحيح البخاري ومسلم]
"Tuliskan hadits ini
untuk Abu Syah". [Sahih Bukhari dan Muslim]
Abu Juhaifah bertanya kepada Ali
bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu: Apakah engkau punya suatu kitab?
Ali menjawab: Tidak, kecuali
Al-Qur’an atau pemahaman yang diberikan kepada seorang muslim, atau apa yang
ada di dalam catatan ini.
Abu Juhaifah bertanya: Apa isi
catatan itu?
Ali menjawab:
العَقْلُ، وَفَكَاكُ الأَسِيرِ، وَلاَ يُقْتَلُ مُسْلِمٌ
بِكَافِرٍ " [صحيح البخاري ومسلم]
Hadits tentang diyat (ganti rugi),
pembebasan tawanan, dan bahwasanya seorang muslim tidak dibunuh jika membunuh
orang kafir. [Sahih Bukhari dan Muslim]
Akan tetapi di masa sahabat penulisan
hadits tidak begitu banyak sebab ada larangan dari Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam karena dikhawatirkan akan terjadi percampuran antara
Al-Qur’an dan Sunnah. Dan juga mayoritas dari mereka adalah kaum yang ummiy,
tidak pandai menulis dan membaca, dan mereka lebih mengutamakan kekuatan hafalan.
Jika mereka mendengar hadits dari
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka langsung mempelajari
dan menghafalkannya agar tidak lupa.
Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu berkata:
كنا نكون عند النبي صلى الله عليه و سلم فنسمع منه الحديث
فاذا قمنا تذاكرناه فيما بيننا حتى نحفظه [الجامع لأخلاق الراوي للخطيب البغدادي]
Dulu kami bersama Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam dan mendengar hadits darinya, jika kami sudah beranjak
maka kami saling mengingatkan di antara kami sampai kami menghafalnya.
[Al-Jami’ li Akhlaq Ar-Rawiy karya Al-Khatiib]
Dan setelah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam wafat, mereka sangat antusis untuk menyampaikan As-Sunnah
kepada generasi berikutnya.
Mereka sangat hati-hati dalam
menyampaikan hadits sesuai pesan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam.
Dari Zayd bin Tsabit radhiyallahu 'anhu;
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
«نَضَّرَ اللَّهُ امْرَأً سَمِعَ مِنَّا حَدِيثًا، فَحَفِظَهُ حَتَّى
يُبَلِّغَهُ، فَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ إِلَى مَنْ هُوَ أَفْقَهُ مِنْهُ، وَرُبَّ حَامِلِ
فِقْهٍ لَيْسَ بِفَقِيهٍ» [سنن أبي داود: صحيح]
“Allah memberi cahaya pada
wajah (atau kenimatan) pada orang yang mendengar dariku suatu hadits kemudian
ia menghafalnya untuk ia sampaikan kepada orang lain. Karena bisa jadi seorang
yang menghafal suatu pemahaman (hadits) menyampaikannya kepada orang yang lebih
paham darinya, dan bisa jadi orang yang menghafal suatu pemahaman (hadits) tapi
ia tidak paham”. [Sunan Abu Daud: Sahih]
Dari Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu 'anhuma;
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
«بَلِّغُوا عَنِّي وَلَوْ آيَةً، وَحَدِّثُوا عَنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ
وَلاَ حَرَجَ، وَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا، فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ
النَّارِ» [صحيح البخاري]
“Sampaikanlah tentang aku
sekalipun hanya satu ayat, dan ceritakanlah kisah Bani Israil tanpa rasa
khawatir, dan barangsiapa yang berbohong atas aku dengan sengaja maka
siapkanlah tempat duduknya dari api neraka”. [Sahih Bukhari]
Sebagian sahabat ada yang keluar
berperang di berbagai daerah menyebarkan Islam dan mengajar orang-orang yang
baru memeluk agama Islam. Dan menetap di suatu daerah sebagai tenaga pengajar.
Mereka saling bertanya di antara
mereka tentang hadits-hadits yang tidak
mereka dengar dari Rasulullah kepada yang mendengarnya.
Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma berkata: Ketika Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam telah wafat aku berkata kepada seorang dari kaum Anshar:
Wahai Fulan, ayo kita bertanya (belajar) kepada sahabat Rasulullah, karena pada
hari ini jumlah mereka masih banyak.
Iya menjawab: Sungguh mengherangkan
engkau ini Ibnu Abbas, apakah kamu merasa bahwa orang-orang membutuhkan engkau
padahal di antara mereka masih ada sahabat Rasulullah?
Ibnu Abbas berkata: Lalu aku meninggalkan orang itu dan
aku pergi belajar. Jika aku mendengar ada suatu hadits pada seseorang maka aku
mendatanginya. Jika ia sedang istirahat maka aku duduk menungguh di depan
pintunya beralaskan bajuku sesekali angin meniupkan debu pada wajahku.
Kemudian ia keluar dan melihatku, maka ia berkata: Wahai anak paman Rasulullah, apa yang menyebabkanmu datang? Tidakkah engkau mengutus orang untuk memanggilku agar aku mendatangimu?
Kemudian ia keluar dan melihatku, maka ia berkata: Wahai anak paman Rasulullah, apa yang menyebabkanmu datang? Tidakkah engkau mengutus orang untuk memanggilku agar aku mendatangimu?
Ibnu Abbas menjawab:
لَا، أَنَا أَحَقُّ أَنْ آتِيَكَ. فَأَسْأَلُهُ عَنِ الْحَدِيثِ
Tidak, akulah yang sepantasnya
mendatangimu!
Kemudian Ibnu Abbas menanyainya
tentang hadits. [Sunan Ad-Darimiy: Sahih]
Para sahabat sangat hati-hati dalam
menerima hadits sekalipun itu orang yang mereka percayai karena khawatir
terjadi kekeliruan.
Qabishah bin Dzuaib berkata: Seorang
nenek datang kepada Abu Bakr radhiyallahu 'anhu menanyakan tentang hak warisnya. Maka Abu
Bakr berkata:
مَا لَكِ فِي كِتَابِ اللَّهِ تَعَالَى شَيْءٌ، وَمَا عَلِمْتُ
لَكِ فِي سُنَّةِ نَبِيِّ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَيْئًا، فَارْجِعِي
حَتَّى أَسْأَلَ النَّاسَ
Engkau tidak mendapatkan sesuatu
dalam Al-Qur’an, dan aku tidak mengetahui bagian untukmu disebutkan dalam
sunnah Nabiyullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka kembalilah sampai
aku bertanya kepada orang-orang.
Kemudian Abu Bakr bertanya kepada
orang-orang, maka Al-Mugirah bin Syu’bah berkata:
«حَضَرْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَعْطَاهَا
السُّدُسَ»
Aku menghadiri majlis Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam dan memberinya seperenam.
Abu Bakr berkata: Apakah ada yang
hadir selainmu?
Maka Muhammad bin Maslamah berdiri
dan berkata seperti yang dikatakan Al-Mugirah bin Syu’bah.
Kemudian Abu Bakr menjalankannya
untuk nenek itu. [Sunan Abu Daud: Sahih]
Abu Sa’id Al-Khudriy radhiyallahu 'anhu berkata: Suatu hari aku berada di
salah satu majlis kaum Anshar, tiba-tiba datang Abu Musa seperti sedang cemas,
lalu ia berkata: Aku minta izin tiga kali untuk menemui Umar dan ia tidak
memberiku izin maka aku kembali.
Umar berkata: Apa yang mencegahmu
untuk langsung masuk?
Abu Musa berkata: Aku sudah minta
izin sebanyak tiga kali lalu tidak diberi izin maka aku kembali. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam telah bersabda:
«إِذَا اسْتَأْذَنَ أَحَدُكُمْ ثَلاَثًا فَلَمْ يُؤْذَنْ
لَهُ فَلْيَرْجِعْ»
“Jika seorang dari kalian
minta izin tiga kali kemudian tidak diberi izin maka kembalilah”
Umar berkata: Demi Allah kamu harus
memberi bukti, apakah ada dari kalian yang juga mendengarnya dari Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam?
Maka Ubaiy bin Ka’b berkta: Demi
Allah, tidak ada yang bangkit bersamamu kecuali orang yang paling muda dari
yang hadir, dan aku adalah yang paling muda maka aku pergi bersamanya, lalu aku
sampaikan kepada Umar bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan
hal itu. [Sahih Bukhari]
Dalam riwayat lain, Umar radhiyallahu 'anhu berkata:
Wahai Abu Ath-Thufail, apa yang dikatakan orang ini?
Abu Ath-Thufail berkata: Aku
mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan hal itu
wahai Ibnu Al-Khattab, maka janganlah kamu terlalu keras terhadap sahabat
Rasulullah!
Umar berkata:
سُبْحَانَ اللهِ إِنَّمَا سَمِعْتُ شَيْئًا، فَأَحْبَبْتُ
أَنْ أَتَثَبَّتَ [صحيح مسلم]
“Maha suci Allah, sesungguhnya
aku hanya mendengar sesuatu maka aku suka untuk memperjelas kebenarannya”.
[Sahih Muslim]
Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu berkata:
كُنْتُ رَجُلًا إِذَا سَمِعْتُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَدِيثًا نَفَعَنِي اللَّهُ مِنْهُ بِمَا شَاءَ أَنْ يَنْفَعَنِي،
وَإِذَا حَدَّثَنِي أَحَدٌ مِنْ أَصْحَابِهِ اسْتَحْلَفْتُهُ، فَإِذَا حَلَفَ لِي صَدَّقْتُهُ
[سنن أبي داود: صحيح]
Dulu jika aku mendengar dari
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam suatu hadits maka Allah
memberiku manfaat dari hadits itu dengan manfaat apa saja yang Ia kehendaki
untukku, dan jika seorang dari sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam menyampaikan hadits kepadaku maka aku memintanya bersumpah (akan
kebenarannya), dan jika ia telah bersumpah untukku maka aku membenarkannya.
[Sunan Abu Daud: Sahih]
Diantara sahabat ada yang banyak
meriwayatkan hadits, seperti Abu Hurairah dan yang lainnya.
Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu berkata: Orang-orang mengatakan
bahwa Abu Hurairah banyak meriwayatkan hadits dan Allah-lah yang memberi
balasan. Dan mereka mengatakan kenapa orang-orang Muhajir dan Anshar tidak
meriwayatkan sebanyak yang diriwayatkan Abu Hurairah?! Sesungguhnya saudaraku
dari kamu Muhajirin disibukkan dengan perdagangan di pasar, dan saudaraku dari
kaum Anshar disibukkan dengan harta mereka, sedangkan aku adalah orang miskin
yang setiap saat bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam cukup
dengan apa yang membuatku kenyang. Maka aku hadir saat mereka tidak hadir dan
aku hafal saat mereka lupa. Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
pernah bersabda pada suatu hari:
«لَنْ يَبْسُطَ أَحَدٌ مِنْكُمْ ثَوْبَهُ حَتَّى أَقْضِيَ مَقَالَتِي
هَذِهِ، ثُمَّ يَجْمَعَهُ إِلَى صَدْرِهِ فَيَنْسَى مِنْ مَقَالَتِي شَيْئًا أَبَدًا»
“Tidak ada seorang dari kalian
yang melebarkan bajunya sampai aku menyelesaikan pembicaraanku ini kemudian ia
mendekapkannya ke dadanya lalu ia akan lupa perkataanku sedikitpun selamanya”.
Maka aku melebarkan pakaian yang
tidak aku memiliki selainnya, sampai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam menyelesaikan pembicaraannya, kemudian aku dekapkan ke dadaku.
Maka demi (Allah) Yang mengutusnya
dengan kebenaran, aku tidak pernah lupa perkataan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam itu sampai hari ini, dan demi Allah seandainya bukan
karena dua ayat yang ada dalam Al-Qur’an, maka aku tidak akan menyampaikan hadits
pada kalian sedikitpun selamanya:
{إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنْزَلْنَا مِنَ البَيِّنَاتِ وَالهُدَى}
[البقرة: 159] إِلَى قَوْلِهِ {الرَّحِيمُ} [البقرة: 160] [صحيح البخاري ومسلم]
Sesungguhnya orang-orang yang
menyembunyikan apa yang telah kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang
jelas) dan petunjuk, setelah kami menerangkannya kepada manusia dalam Al-kitab,
mereka itu dila'nati Allah dan dila'nati (pula) oleh semua (mahluk) yang dapat
mela'nati, kecuali mereka yang telah taubat dan mengadakan perbaikan dan
menerangkan (kebenaran), maka terhadap mereka itulah Aku menerima taubatnya dan
Akulah yang Maha menerima taubat lagi Maha Penyayang. [Al-Baqarah: 159-160] [Sahih Bukhari
dan Muslim]
Dan kebanyakan sahabat hanya sedikit
meriwayatkan hadits agar lebih hati-hati jangan sampai melakukan kekeliruan
tanpa sengaja, sebagaimana yang diwasiatkan oleh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
«كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ» [مقدمة صحيح مسلم]
“Cukuplah seseorang itu dikatakan
telah melakukan kebohongan (kesalahan) jika ia menyampaikan semua yang ia
dengar”. [Muqaddimah Sahih Muslim]
Dari Abu Qatadah radhiyallahu 'anhu; Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
إِيَّاكُمْ وَكَثْرَةَ الْحَدِيثِ عَنِّي فَمَنْ قَالَ عَلَيَّ
فَلْيَقُلْ حَقًّا أَوْ صِدْقًا وَمَنْ تَقَوَّلَ عَلَيَّ مَا لَمْ أَقُلْ فَلْيَتَبَوَّأْ
مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ [سنن ابن ماجه: حسنه الألباني]
“Janganlah kalian banyak
meriwayatkan hadits dariku, barangsiapa yang berkata tentang aku maka
katakanlah yang benar atau jujur, dan barangsiapa yang mengada-adakan perkataan
tentang aku apa yang tidak aku katakan maka siapkanlah tempat duduknya dari api
neraka”. [Sunan Ibnu Majah: Hasan]
Abdullah bin Az-Zubair radhiyallahu 'anhuma berkata: Aku bertanya kepada
Az-Zubair: Aku tidak pernah mendengarmu menyampaikan hadits dari Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam sebagaimana si fulan dan si fulan menyampaikan hadits?
Az-Zubair berkata: Sesungguhnya aku
tidak pernah meninggalkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (sering
bersama), akan tetapi aku pernah mendengar ia bersabda:
«مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ» [صحيح
البخاري]
“Barangsiapa yang berdusta
tentang aku, maka siapkanlah tempat duduknya dari api neraka”. [Sahih Bukhari]
Abdurrahman bin Abi Laila berkata:
Kami meminta kepada Zayd bin Arqam radhiyallahu 'anhu: Sampaikanlah kami hadits dari
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?
Zayd berkata:
كَبِرْنَا وَنَسِينَا وَالْحَدِيثُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَدِيدٌ [سنن ابن ماجه: صحيح]
Kami sudah tua dan lupa, sedangkan
menyampaikan hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangatlah
berat. [Sunan Ibnu Majah: Sahih]
Mereka juga sangat hati-hati jika
menyampaikan hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Abu Galib berkata: Abu Umamah radhiyallahu 'anhu melihat kepala yang tergeletak di jalan-jalan Damaskus, lalu Abu Umamah
berkata:
«كِلَابُ النَّارِ شَرُّ قَتْلَى تَحْتَ أَدِيمِ السَّمَاءِ،
خَيْرُ قَتْلَى مَنْ قَتَلُوهُ»
Mereka adalah anjing neraka, mayat
paling buruk yang ada di bawah langit, dan sebaik-baik mayat adalah yang mereka
bunuh.
Kemudian membaca firman Allah subhanahu
wa ta’aalaa:
{يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوهٌ وَتَسْوَدُّ وُجُوهٌ} [آل عمران: 106] إِلَى
آخِرِ الآيَةِ
Pada hari yang di waktu itu ada muka
yang putih berseri, ... ". [Ali ‘Imran:106] sampai akhir ayat.
Abu Galib bertanya kepada Abu Umamah:
Apakah kamu mendengarnya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?
Abu Umamah berkata:
لَوْ لَمْ أَسْمَعْهُ إِلَّا مَرَّةً أَوْ مَرَّتَيْنِ أَوْ
ثَلَاثًا أَوْ أَرْبَعًا حَتَّى عَدَّ سَبْعًا مَا حَدَّثْتُكُمُوهُ [سنن الترمذي:
صحيح]
“Seandainya aku tidak
mendengarnya kecuali hanya sekali atau dua, tiga, empat, sampai tujuh kali,
maka aku tidak akan menyampaikannya kepada kalian”. [Sunan Tirmidziy: Sahih]
Dan di akhir masa sahabat sudah mulai
bermunculan kelompok-kelompok ahli bid’ah, dan banyak tersebar hadits-hadits
palsu. Maka para sahabat Rasulullah yang masih muda tambah ketat dalam menerima
hadits dan hanya menerima hadits dari orang yang mereka kenal.
Mujahid berkata: Busyair Al-‘Adawiy
datang kepada Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma kemudian ia menyebutkan hadits dan berkata:
Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda .. Rasulullah shallallahu
‘alahi wa sallam bersabda ..! Akan tetapi Ibnu Abbas tidak mendengarkannya
dan tidak melihat kepadanya.
Maka Busyair berkata: Wahai Ibnu
Abbas, kenapa aku tidak melihatmu mendengarkan hadits yang kusampaikan? Aku
menyampaikan hadits dari Rasulullah dan kamu tidak mendengarkannya?
Maka Ibnu Abbas menjawab:
" إِنَّا كُنَّا مَرَّةً إِذَا سَمِعْنَا رَجُلًا يَقُولُ: قَالَ
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ابْتَدَرَتْهُ أَبْصَارُنَا، وَأَصْغَيْنَا
إِلَيْهِ بِآذَانِنَا، فَلَمَّا رَكِبَ النَّاسُ الصَّعْبَ، وَالذَّلُولَ، لَمْ نَأْخُذْ
مِنَ النَّاسِ إِلَّا مَا نَعْرِفُ " [مقدمة صحيح مسلم]
Dulu jika kami mendengar seorang
berkata: "Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda", maka kami
segera memandangnya dan memasang telinga kami untuk mendengarkannya. Akan
tetapi setelah orang-orang marasakan masa kesulitan dan kemudahan (kebaikan dan keburukan sulit dibedakan), maka
kami tidak menerima hadits dari orang-orang kecuali yang kami ketahui.
[Muqaddimah Sahih Muslim]
Sebagian sahabat sudah membahas
tentang kondisi perawi hadits di masanya, memberi kritikan pada perawi dan
hadits yang diriwayatkannya. Akan tetapi kritikan yang ada masih dalam porsi
yang sangat sedikit karena semua sahabat adalah terpercaya. Bentuk kritikan di
antara mereka hanya seputar kesalah pahaman atau kekeliruan hafalah yang
terjadi pada sebagian kecil sahabat.
Usaha generasi Tabi’in dan setelahnya
Kemudian datang generasi tabi’in dan
generasi selanjutnya mengikuti metode para sahabat dalam mengemban hadits,
menyampaikannya kepada umat Islam dengan sangat antusias, teliti dan hati-hati.
Mereka sangat antusias untuk bertemu
dengan sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebelum mereka
wafat.
‘Amr bin Maimun Al-Audiy (74H) rahimahullah berkata:
قَدِمَ عَلَيْنَا مُعَاذُ بْنُ جَبَلٍ الْيَمَنَ رَسُولُ
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَيْنَا، قَالَ: فَسَمِعْتُ تَكْبِيرَهُ
مَعَ الْفَجْرِ رَجُلٌ أَجَشُّ الصَّوْتِ، قَالَ: فَأُلْقِيَتْ عَلَيْهِ مَحَبَّتِي
فَمَا فَارَقْتُهُ حَتَّى دَفَنْتُهُ بِالشَّامِ مَيِّتًا، ثُمَّ نَظَرْتُ إِلَى أَفْقَهِ
النَّاسِ بَعْدَهُ فَأَتَيْتُ ابْنَ مَسْعُودٍ فَلَزِمْتُهُ حَتَّى مَاتَ [سنن أبي
داود: صحيح]
Mu’adz bin Jabal datang kepada kami
di Yaman sebagai utusan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu
aku mendengar takbirannya di waktu fajar, ia seorang yang keras suaranya.
Kemudian ditanamkan rasa cintaku kepadanya, maka aku tidak meninggalkannya
sampai aku memakamkannya di Syam ketika wafat. Kemudian aku mencari orang yang
paling paham agama setelahnya, maka aku mendatangi Ibnu Mas’ud lalu aku
mengikutinya sampai ia wafat. [Sunan Abu Daud: Sahih]
Abu Al-‘Aliyah (90H) rahimahullah berkata:
«إِنْ كُنَّا نَسْمَعُ الرِّوَايَةَ بِالْبَصْرَةِ عَنْ أَصْحَابِ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَلَمْ نَرْضَ، حَتَّى رَكِبْنَا إِلَى الْمَدِينَةِ،
فَسَمِعْنَاهَا مِنْ أَفْوَاهِهِمْ» [سنن الدارمي: صحيح]
Jika kami mendengar riwayat di
Bashrah tentang sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka
kami tidak menerimanya sampai kami berangkat menuju Madinah lalu kami
mendengarnya langsung dari mulut mereka. [Sunan Ad-Darimiy: Sahih]
Karena di masa mereka sudah banyak
ahli bid’ah dan pemalsu hadits, maka mereka sangat berhati-hati dalam menerima
suatu hadits.
Ibnu Sirin (110H) rahimahullah berkata:
«إِنَّ هَذَا الْعِلْمَ دِينٌ، فَانْظُرُوا عَمَّنْ تَأْخُذُونَ دِينَكُمْ» [مقدمة صحيح مسلم]
Sesungguhnya ilmu ini (periwayatan
hadits) adalah bagian dari agama, maka perhatikanlah dari siapa kalian
mengambil agama kalian. [Muqaddimah Sahih Muslim]
Ia juga berkata:
" لَمْ يَكُونُوا يَسْأَلُونَ عَنِ الْإِسْنَادِ، فَلَمَّا وَقَعَتِ
الْفِتْنَةُ، قَالُوا: سَمُّوا لَنَا رِجَالَكُمْ، فَيُنْظَرُ إِلَى أَهْلِ السُّنَّةِ
فَيُؤْخَذُ حَدِيثُهُمْ، وَيُنْظَرُ إِلَى أَهْلِ الْبِدَعِ فَلَا يُؤْخَذُ حَدِيثُهُمْ
" [مقدمة صحيح مسلم]
Dulunya mereka tidak bertanya tentang
sanad (sumber hadits), namun ketika fitnah (maraknya ahli bid’ah) terjadi maka
mereka mulai bertanya: Sebutkan pada kami dari siapa kalian menerima hadits!
Kemudian mereka memeriksa, jika sumbernya dari ahli sunnah maka mereka menerima
haditsnya, dan mereka memeriksa jika sumbernya dari ahli bid’ah maka mereka
tidak menerima haditsnya. [Muqaddimah Sahih Muslim]
Sulaiman bin Musa (119H) rahimahullah berkata: Aku
bertemu dengan Thawus (106H) dan kukatakan padanya: Fulan menyampaikan hadits
padaku tentang ini dan itu!
Thawus rahimahullah berkata:
«إِنْ كَانَ صَاحِبُكَ مَلِيًّا، فَخُذْ عَنْهُ» [مقدمة صحيح مسلم]
Jika ia seorang yang tsiqah
(terpercaya dan kuat hafalannya) maka ambillah hadits darinya. [Muqaddimah
Sahih Muslim]
Mereka tidak mau menerima hadits
kecuali dari orang-orang yang terkenal dalam menuntut ilmu.
Makhul Asy-Syamiy (112H) rahimahullah berkata:
«لَا يُؤْخَذُ الْعِلْمُ إِلَّا عَنْ مَنْ شُهِدَ لَهُ بِالطَّلَبِ» [حلية الأولياء وطبقات الأصفياء لأبي نعيم]
Ilmu tidak diterima kecuali dari
orang yang terkenal dalam menuntut ilmu. [Hilyah Al-Auliya’ karya Abu Nu’aim]
Mereka bepergian jauh demi mencari
hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sa’id bin Al-Musayyib (94H) rahimahullah berkata:
إن كنت لأسير الليالي والأيام في طلب الحديث الواحد [جامع
بيان العلم وفضله لابن عبد البر: حسن]
Aku terkadang bepergian sehari
semalam dalam menuntut satu hadits. [Jami’ Al-Bayaan wa Fadhlihi karya Ibnu
Abdul Barr: Hasan]
Di masa tabi’in dan atba’ tabi’in
pembukuan hadits sudah mulai marak.
Abdullah bin Dinar (127H) rahimahullah berkata:
كَتَبَ عُمَرُ بْنُ عَبْدِ العَزِيزِ إِلَى أَبِي بَكْرِ
بْنِ حَزْمٍ: انْظُرْ مَا كَانَ مِنْ حَدِيثِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَاكْتُبْهُ، فَإِنِّي خِفْتُ دُرُوسَ العِلْمِ وَذَهَابَ العُلَمَاءِ [صحيح
البخاري]
Khalifah Umar bin Abdul Aziz menulis
surat kepada Abu Bakr bin Hazm: Periksalah semua dari hadits Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam kemudian bukukan, karena aku khawatir hilangnya ilmu dan
meninggalnya para ulama. [Sahih Bukhari]
Metode penyusunan buku-buku hadits
yang mereka pakai sangat berfariasi, ada bentuk mushannaf, muwatha’, musnad,
al-jami’, sunan, mustakhraj, mustadrak, mu’jam, dan ajzaa’. Lihat: "Mengenal turats-hadist"
Mereka juga banyak mengomentari
perawi-perawi hadits untuk membedakan mana yang boleh diterima haditsnya dan
mana yang tidak boleh, demi menjaga kemurnian As-Sunnah.
Abu Bakr bin Khallad bertanya kepada Yahya
bin Sa’id Al-Qaththan (198H) rahimahumallah: Tidakkah kamu takut jika orang-orang yang
kamu tolak haditsnya menjadi lawanmu nanti di sisi Allah pada hari kiamat?
Yahya menjawab:
لَأَنْ يَكُونُوا خُصَمَائِي أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ يَكُونَ
خَصْمِي رَسُولَ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - يَقُولُ : " لِمَ
لَمْ تَذُبَّ الْكَذِبَ عَنْ حَدِيثِي؟ " [الكفاية للخطيب: حسن]
Mereka menjadi lawanku nanti lebih
aku sukai dari pada yang jadi lawanku adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam, ia akan bertanya kepadaku: Kenapa engkau tidak mencegah
kebohongan terhadap hadits-haditsku? [Al-Kifayah karya Al-Khathiib: Hasan]
Muhammad bin Bundar Al-Jurjaniy
berkata kepada Imam Ahmad bin Hanbal (241H) rahimahumallah: Sesungguhnya aku sangat
berat untuk mengatakan bahwa si Fulan itu lemah periwayatan haditsnya dan si
Fulan itu pembohong!
Imam Ahmad menjawab:
إذا سكت أنت وسكت أنا ، فمتى يعرف الجاهل الصحيح من السقيم
[الكفاية للخطيب: صحيح]
Jika kamu diam dan aku juga diam,
maka bagaimana orang yang tidak tahu bisa membedakan antara hadits yang sahih
dan yang lemah? [Al-Kifayah karya Al-Khathiib: Sahih]
Mereka juga tidak segang mengeritik
kekuatan riwayat seseorang, siapapun orangnya.
Zayd bin Abi Unaisah (124H) rahimahullah berkata:
«لَا تَأْخُذُوا عَنْ أَخِي» [مقدمة صحيح مسلم]
Jangan kalian menerima hadits dari
saudaraku. [Muqaddimah Sahih Muslim]
Ali Ibnu Al-Madiniy (234H) rahimahullah ditanya
tentang bapaknya, lalu ia menjawab: Tanya tentang ia kepada selainku!
Kemudian mereka kembali
menanyakannya, maka Ali menunduk lalu mengangkat kepalanya dan berkata:
«هُوَ الدِّينُ، إِنَّهُ ضَعِيفٌ» [المجروحين لابن حبان]
Ini adalah masalah agama,
sesungguhnya bapakku lemah (dalam periwayatan hadits). [Al-Majruhiin karya Ibnu
Hibban]
Diantara mereka ada yang membukukan
biografi dan komentar-komentar tentang kekuatan riwayat seorang perawi hadits,
baik itu pendapat ia sendiri atau menukil dari orang lain.
Bentuknya juga berfariasi, ada yang
mengumpulkan biografi rawi disusun dengan metode thabaqaat (generasi
atau golongan), ada yang khusus untuk untuk perawi yang lemah riwayatnya, ada
juga yang khusus tsiqah, ada yang khusus untuk daerah tertentu, atau
perawi dalam buku tertentu, atau mengumpulkan biografi rawi secara umum.
Mereka juga menetapkan kaidah dan
aturan bagaimana mendeteksi sahih tidaknya suatu hadits, yang dikenal dengan
ilmu musthalah hadits.
Awalnya kaidah-kaidah ini dipelajari
secara otodidak diperaktekkan saat meriwayatkan atau menerima hadits, kemudian
setelah itu dibukukan untuk memudahkan para pemula untuk mempelajarinya. Lihat: "Mengenal turats hadist II"
Usaha ulama kontemporer
Pada masa sekarang ini ulama hadits banyak
berkonsentrasi untuk membantah syubhat-syubhat orientalis dan para pengikutnya
yang berusaha menanamkan keraguan pada As-Sunnah.
Selain itu mereka juga terus mengkaji dan meneliti ulang
karya-karya ulama terdahulu, melestarikan, memperbaiki dan menyampaikannya dengan gaya bahasa
sesuai untuk masa kini.
Dan di berbagai balahan dunia
khususnya negara Islam telah banyak didirikan sekolah dan universitas yang mengkaji
As-Sunnah lebih luas.
Wallahu a’lam!
dahsyat perjuangan para ulama dalam melestarikan amalan yang dikerjakan oleh rasul, mantap (y)
BalasHapusSemoga kita bisa mengikuti jejak mereka -rahimahumullah-, amiin !
Hapus